Gurame Potensial Dikembangkan
Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengenal gurame. Rasa dagingnya yang gurih dan lezat sangat digemari masyarakat. Gurame termasuk salah satu dari 12 komoditas untuk pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu, gurame juga termasuk salah satu dari 15 jenis komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Di berbagai daerah, gurame bahkan menjadi salah satu komoditas unggulan pertanian.
Gurame memang memiliki prospek menjanjikan untuk dibudidayakan, baik dalam skala kecil maupun besar. Hal itu karena pembudidayaan gurame didukung oleh faktor-faktor berikut.
Harga jual gurame lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, sehingga secara ekonomi relatif lebih menguntungkan.
Permintaan pasar terhadap gurame cukup tinggi dan masih belum terpenuhi, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar.
Lahan budi daya masih tersedia luas, dapat berupa kolam semen, empang, ataupun waduk. Petani gurame di Jawa Barat lebih banyak menggunakan empang dan waduk. waduk Saguling, Jatiluhur, dan Cirata, sangat potensial untuk memelihara gurame.
Data dan informasi tentang teknik budi daya cukup memadai.
Pakan untuk usaha pembenihan ataupun pembesaran gurame tersedia sepanjang waktu.
Benih gurame banyak dihasilkan oleh pemerintah melalui Balai Benih Induk (BBI) dan pembudidaya yang khusus menjual benih.
Pengangkutan hasil panen gurame tergolong mudah, tetapi harus ditangani secara hati-hati.
Permintaan Ikan Gurame Tinggi
Salah satu daerah yang membutuhkan ikan gurame paling tinggi adalah Jakarta. Saat ini, pasar di Jakarta diperkirakan menyerap gurame konsumsi sebanyak 10 – 15 ton/hari. Guna memenuhi permintaan pasar gurame di ibukota negara kita, Jakarta, pemasok ikan gurame sering berburu ke Purwokerto, Parung, Indramayu, Tulungagung, Kediri, dan Subang. Akan tetapi, pasokan itu belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan.
Daerah lain yang permintaan guramenya cukup tinggi ialah Lampung. Petani gurame setempat belum mampu menutupi kebutuhan masyarakat. Pasokan dari Jawa Barat pun masih kurang. Faktor lain yang menghambat tersedianya gurame di Lampung adalah pola pemasaran antar pulau yang relatif lebih rumit dan membutuhkan biaya lebih mahal dibandingkan dengan pola pemasaran dalam satu pulau.
Disamping bertujuan memenuhi permintaan pasar dalam negeri, ikan gurame pun punya peluang untuk menjadi komoditi ekspor. Negara-negara yang masih sangat terbuka antara lain Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Gurame untuk ekspor harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional.
Produksi Gurame Masih Kurang
Saat ini tercatat ada lima wilayah penghasil gurame terbesar di Indonesia, yakni Jawa Barat (34,04%), Jawa Tengah (18,67%), Sumatera Barat (15,44%), Jawa Timur (14,98%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%). Salah satu sentra gurame di Jawa Barat adalah daerah Parung, Bogor. Setiap bulannya, petani gurame di daerah itu mampu memasok gurame konsunsi untuk daerah Jabodetabek dan Banten sebanyak 2-3 ton. Namun, akhir-akhir ini produksi menurun akibat peruntukan lahan produksi yang semakin sempit sehingga produksi hanya menjadi 1 ton/bulan.
Produksi gurame yang ada saat ini memang belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti dari lebih sedikitnya persediaan ikan gurame di pasaran. Tidak seperti ikan mas dan lele yang jauh lebih mudah ditemui. Harga gurame pun relatif lebih tinggi.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
Jumlah peternak yang mengusahakan gurame memang masih sedikit. Para peternak lebih suka membudidayakan ikan mas dan lele, terutama lele dumbo.
Pertumbuhan gurame memang tidak secepat ikan mas dan lele. Karena itu, panennya pun lebih lama.
Secara alami, pertumbuhan ikan gurame memang lambat. Selain karena kantong makannya yang lebih kecil, ikan ini tergolong herbivora yang hanya makan protein nabati. Hal ini berbeda dengan jenis ikan konsumsi lainnya yang memakan protein hewani atau karnivora.
Namun, anggapan bahwa gurame tidak dapat segera dipanen sebenarnya perlu diluruskan. Dengan teknik-teknik tertentu, gurame dapat dipacu pertumbuhannya. Salah satunya dengan pemberian pakan yang intensif. Pada kenyataannya di lapangan, gurame memang lebih banyak dipelihara secara tradisional. Pakan yang diberikan umumnya hanya seadanya, misalnya daun singkong dan daun sente. Meskipun daun-daunan tersebut sangat disukai gurame, kandungan proteinnya sangat sedikit. Padahal, pertumbuhan gurame sangat dipengaruhi oleh asupan protein.
Selain itu, gurame yang dipelihara umumnya hanya dijadikan sebagai tabungan, yang akan dijual ketika membutuhkan uang. Masih sedikit masyarakat yang memelihara gurame secara intensif dan menjadikannya sebagai usaha pokok yang memberikan keuntungan besar. Namun, ada beberapa petani melek ilmu yang tidak mau menunggu-nunggu kapan tabungan ditebok atau dipecah. Mereka berupaya sekuat tenaga untuk membudidayakan gurame lebih intensif dan segera memberikan keuntungan besar. Kalau sudah panen, petani tidak usah repot-repot mencari pembeli, karena mereka akan datang dengan sendirinya.
Persoalan lain yang sering dihadapi dalam budi daya gurame adalah masih terbatasnya sumber daya manusia. Akibatnya, tingkat mortalitas gurame, terutama pada masa pembenihan, cukup tinggi. Petani harus banyak mempelajari sifat dan karakter gurame peliharannya.
Harga Gurame Stabil
Harga ikan gurame dari tahun ke tahun tetap stabil, bahkan menunjukkan kenaikan yang berarti. Harga gurami yang relatif tinggi ini terutama disebabkan oleh permintaan pasar tinggi, sedangkan produksi masih rendah. Celah pasar itulah yang membuat harga gurami konsumsi bertahan di angka Rp.20.000 – 25.000 per kilogram sejak tahun 2000. Harga gurami di tingkat petani di Parung, Bogor Rp.20.000/kg. Sementara itu harga di Jawa Tengah dan Jawa Timur Rp.17.000 – 18.000/kg. Harga itu oleh berbagai pengamat gurami diperkirakan bertahan hingga 2-3 tahun ke depan.
Harga gurame di pasar umum (bukan petani) bervariasi dan fluktuatif, tetapi tidak begitu kelihatan perbedaannya. Kalau di wilayah Parung – Bogor, harga daging gurami per kilonya Rp.20.000, di Ciamis berkisar Rp.22.000 – 23.000. Namun, jika harga sekilo gurami di pasar Parung mencapai Rp.25.000, di Pasar Ciamis dapat mencapai Rp.27.000 – 28. 000.
Segmen Usaha Budi Daya Gurame
Usaha budidaya gurame dapat dibagi menjadi empat segmen usaha, di antaranya pembenihan, pendederan, pembesaran, dan distribusi atau pemasaran. Pembagian segmen usaha ini akan memacu para investor untuk menanamkan modalnya. Artinya, mereka tidak perlu khawatir tentang lamanya pengembalian modal akibat pertumbuhan gurame yang cenderung lambat. Mereka dapat memilih salah satu dari segmen usaha yang dianggap lebih menguntungkan.
Pada kegiatan budi daya intensif, pilihan segmen usaha disesuaikan dengan kondisi geografis lahan, kemampuan sumber daya manusia, modal yang tersedia, dan prasarana yang dimiliki. Pola usaha seperti ini sangat sesuai dengan kondisi bangsa kita. Usaha ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin ketersediaan pangan yang bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Berikut ini segmentasi usaha budi daya gurame yang dapat dipilih.
a. Pembenihan
Usaha pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva sampai berukuran sebesar biji oyong. Larva berumur 12-30 hari ini selanjutnya dirawat sampai bobotnya mencapai 10-15 g/ekor (umur 4 bulan). Benih sebesar ini siap untuk didederkan. Namun, ada juga pembenih yang menjual telur untuk ditetaskan.
b. Pendederan
Kegiatan pendederan meliputi pemeliharaan benih berukuran 10 – 15 g/ekor sampai ukuran 150 g/ekor. Bobot gurame sebesar ini biasanya dicapai saat benih berumur enam bulan dari penetasan telur. Ada pendederan yang dimulai dari ukuran yang lebih besar, yakni 11 – 30 g/ekor, tetapi ada juga yang mendederkan benih gurame dari larva atau ketika seukuran biji oyong.
c. Pembesaran
Pembesaran ikan adalah tahapan selanjutnya setelah tahapan pendederan. Hasil dari pendederan yang masih berupa benih selanjutnya akan memasuki tahapan pembesaran sampai bobotnya mencapai ukuran konsumsi dengan berat kurang lebih 500 gram/ekornya. Namun, penentuan ukuran panen pembesaran gurame juga disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pasalnya ada juga konsumen yang meminta gurame berukuran di atas 1 kg/ekor.
d. Pemasaran
Kegiatan pemasaran gurame meliputi kegiatan pendistribusian hasil panen gurame, mulai dari telur, larva, benih, hingga gurame yang siap dikonsumsi. Telur gurame biasanya dijual bersama sarangnya ke petani lain yang lokasinya tidak berjauhan. Begitu juga dengan larva yang biasanya hanya dijual ke sesama petani setempat. Sementara itu, benih yang siap dibesarkan dan gurame konsumsi dapat dijual langsung ke pasar. Ada juga pengepul yang datang langsung ke lokasi pembesaran untuk mengambil hasil panen dan mendistribusikannya ke daerah lain.
Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengenal gurame. Rasa dagingnya yang gurih dan lezat sangat digemari masyarakat. Gurame termasuk salah satu dari 12 komoditas untuk pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu, gurame juga termasuk salah satu dari 15 jenis komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Di berbagai daerah, gurame bahkan menjadi salah satu komoditas unggulan pertanian.
Gurame memang memiliki prospek menjanjikan untuk dibudidayakan, baik dalam skala kecil maupun besar. Hal itu karena pembudidayaan gurame didukung oleh faktor-faktor berikut.
Harga jual gurame lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, sehingga secara ekonomi relatif lebih menguntungkan.
Permintaan pasar terhadap gurame cukup tinggi dan masih belum terpenuhi, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar.
omzet usaha ternak gurame yang sangat menggiurkan |
Data dan informasi tentang teknik budi daya cukup memadai.
Pakan untuk usaha pembenihan ataupun pembesaran gurame tersedia sepanjang waktu.
Benih gurame banyak dihasilkan oleh pemerintah melalui Balai Benih Induk (BBI) dan pembudidaya yang khusus menjual benih.
Pengangkutan hasil panen gurame tergolong mudah, tetapi harus ditangani secara hati-hati.
Permintaan Ikan Gurame Tinggi
Salah satu daerah yang membutuhkan ikan gurame paling tinggi adalah Jakarta. Saat ini, pasar di Jakarta diperkirakan menyerap gurame konsumsi sebanyak 10 – 15 ton/hari. Guna memenuhi permintaan pasar gurame di ibukota negara kita, Jakarta, pemasok ikan gurame sering berburu ke Purwokerto, Parung, Indramayu, Tulungagung, Kediri, dan Subang. Akan tetapi, pasokan itu belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan.
Daerah lain yang permintaan guramenya cukup tinggi ialah Lampung. Petani gurame setempat belum mampu menutupi kebutuhan masyarakat. Pasokan dari Jawa Barat pun masih kurang. Faktor lain yang menghambat tersedianya gurame di Lampung adalah pola pemasaran antar pulau yang relatif lebih rumit dan membutuhkan biaya lebih mahal dibandingkan dengan pola pemasaran dalam satu pulau.
Disamping bertujuan memenuhi permintaan pasar dalam negeri, ikan gurame pun punya peluang untuk menjadi komoditi ekspor. Negara-negara yang masih sangat terbuka antara lain Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Gurame untuk ekspor harus memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional.
Produksi Gurame Masih Kurang
Saat ini tercatat ada lima wilayah penghasil gurame terbesar di Indonesia, yakni Jawa Barat (34,04%), Jawa Tengah (18,67%), Sumatera Barat (15,44%), Jawa Timur (14,98%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%). Salah satu sentra gurame di Jawa Barat adalah daerah Parung, Bogor. Setiap bulannya, petani gurame di daerah itu mampu memasok gurame konsunsi untuk daerah Jabodetabek dan Banten sebanyak 2-3 ton. Namun, akhir-akhir ini produksi menurun akibat peruntukan lahan produksi yang semakin sempit sehingga produksi hanya menjadi 1 ton/bulan.
Produksi gurame yang ada saat ini memang belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti dari lebih sedikitnya persediaan ikan gurame di pasaran. Tidak seperti ikan mas dan lele yang jauh lebih mudah ditemui. Harga gurame pun relatif lebih tinggi.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
Jumlah peternak yang mengusahakan gurame memang masih sedikit. Para peternak lebih suka membudidayakan ikan mas dan lele, terutama lele dumbo.
Pertumbuhan gurame memang tidak secepat ikan mas dan lele. Karena itu, panennya pun lebih lama.
Secara alami, pertumbuhan ikan gurame memang lambat. Selain karena kantong makannya yang lebih kecil, ikan ini tergolong herbivora yang hanya makan protein nabati. Hal ini berbeda dengan jenis ikan konsumsi lainnya yang memakan protein hewani atau karnivora.
Namun, anggapan bahwa gurame tidak dapat segera dipanen sebenarnya perlu diluruskan. Dengan teknik-teknik tertentu, gurame dapat dipacu pertumbuhannya. Salah satunya dengan pemberian pakan yang intensif. Pada kenyataannya di lapangan, gurame memang lebih banyak dipelihara secara tradisional. Pakan yang diberikan umumnya hanya seadanya, misalnya daun singkong dan daun sente. Meskipun daun-daunan tersebut sangat disukai gurame, kandungan proteinnya sangat sedikit. Padahal, pertumbuhan gurame sangat dipengaruhi oleh asupan protein.
Selain itu, gurame yang dipelihara umumnya hanya dijadikan sebagai tabungan, yang akan dijual ketika membutuhkan uang. Masih sedikit masyarakat yang memelihara gurame secara intensif dan menjadikannya sebagai usaha pokok yang memberikan keuntungan besar. Namun, ada beberapa petani melek ilmu yang tidak mau menunggu-nunggu kapan tabungan ditebok atau dipecah. Mereka berupaya sekuat tenaga untuk membudidayakan gurame lebih intensif dan segera memberikan keuntungan besar. Kalau sudah panen, petani tidak usah repot-repot mencari pembeli, karena mereka akan datang dengan sendirinya.
Persoalan lain yang sering dihadapi dalam budi daya gurame adalah masih terbatasnya sumber daya manusia. Akibatnya, tingkat mortalitas gurame, terutama pada masa pembenihan, cukup tinggi. Petani harus banyak mempelajari sifat dan karakter gurame peliharannya.
Harga Gurame Stabil
Harga ikan gurame dari tahun ke tahun tetap stabil, bahkan menunjukkan kenaikan yang berarti. Harga gurami yang relatif tinggi ini terutama disebabkan oleh permintaan pasar tinggi, sedangkan produksi masih rendah. Celah pasar itulah yang membuat harga gurami konsumsi bertahan di angka Rp.20.000 – 25.000 per kilogram sejak tahun 2000. Harga gurami di tingkat petani di Parung, Bogor Rp.20.000/kg. Sementara itu harga di Jawa Tengah dan Jawa Timur Rp.17.000 – 18.000/kg. Harga itu oleh berbagai pengamat gurami diperkirakan bertahan hingga 2-3 tahun ke depan.
Harga gurame di pasar umum (bukan petani) bervariasi dan fluktuatif, tetapi tidak begitu kelihatan perbedaannya. Kalau di wilayah Parung – Bogor, harga daging gurami per kilonya Rp.20.000, di Ciamis berkisar Rp.22.000 – 23.000. Namun, jika harga sekilo gurami di pasar Parung mencapai Rp.25.000, di Pasar Ciamis dapat mencapai Rp.27.000 – 28. 000.
Segmen Usaha Budi Daya Gurame
Usaha budidaya gurame dapat dibagi menjadi empat segmen usaha, di antaranya pembenihan, pendederan, pembesaran, dan distribusi atau pemasaran. Pembagian segmen usaha ini akan memacu para investor untuk menanamkan modalnya. Artinya, mereka tidak perlu khawatir tentang lamanya pengembalian modal akibat pertumbuhan gurame yang cenderung lambat. Mereka dapat memilih salah satu dari segmen usaha yang dianggap lebih menguntungkan.
Pada kegiatan budi daya intensif, pilihan segmen usaha disesuaikan dengan kondisi geografis lahan, kemampuan sumber daya manusia, modal yang tersedia, dan prasarana yang dimiliki. Pola usaha seperti ini sangat sesuai dengan kondisi bangsa kita. Usaha ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin ketersediaan pangan yang bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Berikut ini segmentasi usaha budi daya gurame yang dapat dipilih.
a. Pembenihan
Usaha pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva sampai berukuran sebesar biji oyong. Larva berumur 12-30 hari ini selanjutnya dirawat sampai bobotnya mencapai 10-15 g/ekor (umur 4 bulan). Benih sebesar ini siap untuk didederkan. Namun, ada juga pembenih yang menjual telur untuk ditetaskan.
b. Pendederan
Kegiatan pendederan meliputi pemeliharaan benih berukuran 10 – 15 g/ekor sampai ukuran 150 g/ekor. Bobot gurame sebesar ini biasanya dicapai saat benih berumur enam bulan dari penetasan telur. Ada pendederan yang dimulai dari ukuran yang lebih besar, yakni 11 – 30 g/ekor, tetapi ada juga yang mendederkan benih gurame dari larva atau ketika seukuran biji oyong.
c. Pembesaran
Pembesaran ikan adalah tahapan selanjutnya setelah tahapan pendederan. Hasil dari pendederan yang masih berupa benih selanjutnya akan memasuki tahapan pembesaran sampai bobotnya mencapai ukuran konsumsi dengan berat kurang lebih 500 gram/ekornya. Namun, penentuan ukuran panen pembesaran gurame juga disesuaikan dengan permintaan konsumen. Pasalnya ada juga konsumen yang meminta gurame berukuran di atas 1 kg/ekor.
d. Pemasaran
Kegiatan pemasaran gurame meliputi kegiatan pendistribusian hasil panen gurame, mulai dari telur, larva, benih, hingga gurame yang siap dikonsumsi. Telur gurame biasanya dijual bersama sarangnya ke petani lain yang lokasinya tidak berjauhan. Begitu juga dengan larva yang biasanya hanya dijual ke sesama petani setempat. Sementara itu, benih yang siap dibesarkan dan gurame konsumsi dapat dijual langsung ke pasar. Ada juga pengepul yang datang langsung ke lokasi pembesaran untuk mengambil hasil panen dan mendistribusikannya ke daerah lain.
omzet usaha ternak gurame yang sangat menggiurkan
4/
5
Oleh
Unknown